Kegunaan Artificial Intelligence Amartha,Bukakan Akses Permodalan UMKM
Setelah mengetahui imbal hasil Investasinya menyentuh 12%, batinku sempat meragu, mungkinkah nilai itu berlaku? Bayangkan saja, dengan hanya menyetorkan modal awal maksimal Rp 4 juta, imbal hasil yang akan kuterima sebesar Rp 480 ribu, hanya dalam rentang waktu 50 mingguan saja.
Lantas, pertanyaanku semakin membuncah, tatkala jemari ini bisa leluasa menelusuri riwayat setiap calon debitur di sana yang ternyata hanya seorang pelaku UMKM.
Salah satunya adalah Winarsih, seorang pedagang minuman segar yang tinggal di desa Ngasem, kediri, Jawa Timur, yang memiliki penghasilan perbulan –hanya– Rp 525 ribu atas UMKM-nya itu.
Namun, lagi-lagi mudahnya menemukan asa Winarsih untuk mampu menginvasi usahanya, lewat pengajuan permodalannya via Platform Fintech Pear to Pear (P2P) lending di dalam aplikasi Amartha ini nampak terlihat.
Dimana, akan mudah bagiku, menebak skor kredit Winarish, mengenali pengalamannya yang aktif berlangganan menjadi debitur di Amartha. Dan telah mencatatkan tren kualitas membayar pinjamannya, kepada setiap krediturnya di sana.
Nah,Tren itulah yang akhirnya bisa menjadi pertimbangan penting, meyakinkan keputusanku, untuk ikut jua memberikan permodalan yang dibutuhkan Winarsih.
Dan seraya mengharapkan buah imbal hasil dalam investasi Fintech via aplikasi Amartha sebesar 12-an % tadi.
Dan kini, aku teryakinkan, jika modal Rp 4 juta bagi UMKM milik Winarsih, tentu sangat berarti, bukan?
Dan akhirnya, pelak menyadarkan, jika permodalan via Fintech ini rasanya mudah jua bukakan celah agar semuanya mampu bergotong royong membantu para pelaku UMKM, menggenapi akses permodalan UMKM Indonesia, mulai dari Rp 100 ribu-an saja!
Hemm… lantas aku bertanya dalam hati, bagaimana bisa ya aplikasi Amartha mampu menampilkan skor kredit untuk UMKM di aplikasi Amartha ini, dan menjadikan kita sebagai krediturnya bisa lekas percaya?
Dampak kegunaan Artificial Intelligence di bidang ekonomi Indonesia
Tak dipungkiri memang, jika bisnis digital makin menggurita saja, bukan? Sekarang, pelaku UMKM mudah berlomba saling mengejar para pelanggannya hingga ke ruang maya, dan berhasil pula berlomba mengikuti arus teknologi digital terkini.
Lantas, jika mencermati hal itu lebih dalam lagi, jadi tersadarkan jua, jika dampak perkembangan teknologi di bidang ekonomi akan terus berkembang pesat.
Buktinya, selain Perbankan, kini juga hadir lembaga keuangan modern yang turut mendorong roda ekonomi bangsa, lewat pasar Fintech Peer-to-Peer (P2P) lending, yang bersegmen para pelaku UMKM tadi.
Nah, Fintech P2P sendiri merupakan layanan pinjam meminjam uang dalam mata uang rupiah, secara langsung antara kreditur dan debiturnya yang berbasis teknologi Informasi (LPMUBTI)
Lewat Fintech P2P lending inilah menjadikan celah mudah para pelaku UMKM mendapatkan akses permodalan itu, dengan standarnya masing-masing, mulai dari kelayakan kredit pinjaman, nominal dan tenor pinjaman, suku bunga sampai pada tingkat keamanannya.
Data hingga per 19 February 2020, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan 161 Perusahaan penyelenggara bisnis Fintech ini yang telah berizin di Indonesia.
Lantas, bagaimana dengan geliat bisnis Fintech itu sekarang ini? Pasti kehadiran Perusahaan Fintech lebih berkembang pesat, yang lebih didorong dengan semakin derasnya perkembangan teknologi digital, dan masifnya kebutuhan permodalan pelaku UMKM.
Bagaimana Penerapan AI di Indonesia?
Menelusuri jejak Perusahaan Financial Technology Fintech atau Perusahaan Fintech yang telah berizin di OJK, kita pasti akan menemukan PT Amartha Mikro Fintek atau biasa disebut Amartha.
Semenjak Amartha bertransformasi menjadi paltform Fintech di 2015, Amartha sudah mencatatkan kenaikan plafon pinjaman pelaku UMKM sebesar Rp 3 juta/per orang, dengan bunga bagi krediturnya sekira 10-12%.
Dalam prakteknya pencapaian itu didukung oleh kemudahan menuai manfaat berinvestasi di platform P2P lending itu.
Dimana baik peminjam (debitur) dan pemberi pinjaman (Kreditur) harus melakukan registrasi jati diri mereka secara online dalam sistem Platform P2P tadi.
Debitur akan melakukan pengajuan dana pinjaman mereka, yang selanjutnya akan diverifikasi oleh sistem platform P2P dalam penentuan tingkat resiko para debiturnya. Jika peminjam lolos verifikasi, maka profil peminjam akan dijajakan oleh Platform Fintech P2P, selanjutnya akan dijodohkan dengan kreditur, secara online jua.
Dan akhirnya, Kreditur akan bebas memberikan sejumlah pendanaan yang dibutuhkan para kreditur, –masih– melalui platform P2P lending tadi.
Lantas apakah investasi dalam Fintech P2P lending itu tidak beresiko? Pasti ada jua resikonya dong.
- Bagi peminjam atau debitur, ingatlah jika suku bunga Fintech yang lumayan tinggi, dan juga akan terdapat denda atas keterlambatan pembayaran kewajiban cicilannya kepada pada debitur. Dan hal itulah, yang harus menjadi pertimbangan para debitur, untuk mengajukan jumlah modal yang akan diajukan.
- ·Bagi Kreditur, dana yang sudah diinvestasikan kepada debitur juga tidak bisa ditarik utuh segera. Dimana dana itu akan kembali sesuai waktu yang disepakati. Dan juga yang harus disadari jika potensi gagal bayar para debitur pilihan kita itu juga hadir.
Nah, tapi tenang, untuk mengelola potensi risiko gagal bayar para debiturnya. Kini, platform P2P Lending, di dalam bisnis Fintech itu telah menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang mampu memberikan skor kredit debiturnya itu. Skor itu didapatkan dari serangkaian analisa detail, guna memperkecil resiko-resiko gagal bayar seorang debitur kepada Krediturnya.
Apa itu teknologi AI? Teknologi yang berkaitan dengan kecerdasan buatan, yang memungkinkan komputer atau mesin mempelajari pola-pola dalam data untuk memberikan keputusan yang tepat
Jadi berangkat dari suksesnya penerapan AI di Indonesia pada perusahaan Fintech berplatform P2P Lending itu, semakin menguatkan jua anggapan jika teknologi AI Credit kembangkan UMKM Indonesia.
Lantas masih bertanya kan, bagaimana bisa teknologi AI Credit Scoring mampu kembangkan UMKM kita? Ini 2 kegunaan teknologi AI Credit Scoring itu!
1. Kegunaan AI credit scoring, menjadikan alasan mudahnya berinvestasi di Fintech P2P Lending
Jika menarik lagi nama PT Amartha Mikro Fintek, sebagai salah satu Perusahaan Fintech modern, akan mudah memberikan pemahaman utuh atas kegunaan AI Credit tadi, mengoperasionalkan bisnis Fintech berplatform P2P Lending ini.
Dimana, lewat aplikasi Amartha saja, yang mudah digenggam oleh calon Kreditur seperti kita, bisa lekas membuktikan transparansi para calon debiturnya, yang merupakan pelaku UMKM secara rigid.
Nah, menyematkan dan mulai membuka aplikasi Amartha tadi, kita langsung bisa melihat deretan pelaku UMKM yang menawarkan dirinya menjadi debitur kita. Jika berjodoh, kita bisa langsung mendaftar, memilih debiturnya itu, dan memberikan permodalan hanya dalam sekali klik saja!
Tapi sekali lagi, apakah kita mudah percaya, atas profil para debitur yang dijaja di sana, yang sebagain besar pelaku UMKMnya adalah Perempuan?
Nah, seperti yang kita singgung di atas, jika acuan Skor kredit atau credit scoring bisa menjadi alat untuk mempertimbangkan calon debitur kita.
Jika dibandingkan, dengan sistem perkreditan di Perbankan saja, Amartha juga melakukan evaluasi pelaku UMKM yang mengajukan kredit kepadanya.
Namun, rahasianya adalah pada sebuah sistem AI, yang akan membantu menimbang, dan menentukan nilai kemampuan, dan kemauan membayar para mitra usahanya, atau calon debiturnya itu.
Singkatnya, jika Perbankan mengandalkan riwayat pembayaran atau credit history, atau yang dikenal dengan BI Checking. Amartha mengembangkan sebuah skor kredit, atas analisis risiko melalui pendekatan psikologis dan kepribadian.
Dengan langkah itu, menjadikan sebuah pengukuran bagaimana korelasi kemungkinan kredit macet dengan kepribadian seseorang, seperti sikap, niat baiknya, serta kepercayaan diri calon debiturnya.
Hal itu rasanya menjadi mutlak, dikarenakan segmen debitur Amartha yang merupakan segmen pelaku UMKM pedesaan, yang –masih– minim inklusi keuangan.
Analisa lewat Ascore.ai adalah penerapan prinsip teknologi artificial intelligence, yang siap memberikan nilai penting kepada kita sebagai calon krediturnya, berupa:
- Nilai resiko
- Perhitungan bunga pinjamannya
- Pengolah data
- Serta petimbangan yang berpengaruh pada bisnis atau credit decisioning.
Perlu diketahui jika Ascore.ai ini dibangun dari lebih dari satu juta database mitra pengusaha ultra mikro Amartha, yang terus akan mengalami pengembangan dari waktu ke waktu.
Sehingga, wajar startup keuangan Amartha kini berhasil mengandalkan Ascore.ai, untuk melayani penentuan credit scoring tadi. lewat teknologi machine learning juga akan berhasil mengukur profil risiko calon debiturnya, sebelum mereka dijajakan dan dijodohkan oleh kita sebagai kreditur yang telah menyematkan aplikasi Amartha, di gadget kita.
2. Via Fintech, Kemudahan Pinjaman UMKM tanpa jaminan itu benar nyata!
Kementerian Komunikasi mencatat sebanyak 64 juta unit UMKM yang beroperasi di Indonesia per 2022. Namun jika dibedah lagi, ternyata hanya 19 juta unit UMKM saja yang mampu menggerakkan usahanya ke bisnis online.
Pergeseran bisnis konvensional ke bisnis online tentu saja menjadi kebutuhan, bukan?
Dimana Pandemi sudah membuktikan bisnis online mampu memberikan kekuatan UMKM untuk bertahan, memasarkan produknya.
Dan data terbaru, menyebutkan kendala untuk bermigrasi ke bisnis online oleh para pelaku UMKM, terletak pada permodalan.
Dalam prakteknya jua, mayoritas kelayakan debitur atau peminjam UMKM juga masih dilakukan konvensional, dan didasarkan pada kepemilikan jaminan. Selain itu, laporan keuangan usaha juga menjadi syarat mutlak dalam melihat performa sebuah usaha UMKM.
Dan akhirnya, syarat itu menjadikan beban berat untuk dipenuhi para pelaku usaha mikro yang bergerak di sektor informal di pedesaan.
Nah, dengan penggunaan teknologi AI tadi, membuat proses pengajuan pinjaman berjalan hanya 30 menitan saja, dan –sekali lagi– tanpa jaminan apapun.
Para debitur Amartha yang merupakan pelaku UMKM di pelosok desa, sengaja ditemukan oleh tim lapangan Amartha yang berkeliling menggunakan sepeda motor menjangkaunya. Selain tim lapangan Amartha bertugas melakukan pelatihan tentang keuangan kepada peminjam di pelosok desa, tim Amartha juga memberikan kesehatan gratis dan edukasi tentang lingkungan.
Nah, terbukti, dengan segenap perhatian permodalan kepada segmentasi UMKM Pedesaan. Lewat penerapan skema tanggung rentengnya, dan lewat analisa Skor kredit dari semua pinjaman yang dikelola Amartha. Kesemuanya itu menjadikan risiko Non Peforming Loan, NPL Fintech Amartha mendekati nol persen. meski tidak membebankan jaminan atas pinjaman yang diterima Debiturnya.
Yuk bergotong royong bukakan akses Permodalan UMKM sekarang, via Amartha
Percayakah jika berhutang sudah menjadi gaya hidup modern kini? Dimana gaya hidup itu bermaksud memberikan kualitas atas perilaku harian kita, lewat produktivitas atas gaya berhutang tadi.
Nah, dalam konteks membuka lapangan pekerjaan dan menumbuhkan UMKM pedesaan, gaya hidup ini tentu menjadikan sebuah nilai inklusi keuangan bukan?
Dimana, pelaku UMKM dapat berperilaku profesional atas keputusannya mengajukan permodalan via Fintech Amartha.
Terlebih, mekanisme verifikasi untuk mendapatkan pelaku UMKM baik, sudah dibuktikan oleh keberhasilan skor kredit yang dibawa Fintech Amartha jua.
Nah, kini saatnya bagian kita, untuk memaksimalkan Kegunaan Artificial Intelligence, membukakan akses permodalan UMKM, dengan menyemat aplikasi Amartha, dan membiarkan jari kita menyalurkan permodalan pelaku UMKM Amartha. Seraya memanen nilai bagi hasilnya yang menguntungkan.
Yuk percaya jika pelaku UMKM kita bisa lekas naik kelas, Via Amartha saja!
0 Komentar