Macet kini sudah menjadi barang basi untuk selalu saja dikeluhkan. Terus kamu mau marah? Ujung-ujungnya berada di atas kendaraan, kita tertuju pada Klakson yang bisa saja menjadi pelampiasan, digenjet saja mas sekeras-kerasnya selesai! ”Teeeeeet…. teeet… teeeeet.”
Lantas orang sekitar yang mendengarkannya, ada saja yang berpikir positif jika kamu lagi kebelet mau pipis! -hikss-
Nah, Klakson pastinya memang dibuat untuk mengeluarkan suara keras, terus buat apa jika tidak digunakan? Malah kemajuan tehnologi sudah bisa memodifikasikannya ke dalam macam bunyi, hingga ada saja yang mirip suara bianatang “Oing..oing..oing…”
Tapi apa iya, dengan keberadaan Klakson di kendaraan kita dan menggunakannya, bisa membuat orang sekitar yang mendengarnya bakal baik-baik saja?
Nah, menyadari hal tadi, kehadiran klakson di kendaraan bisa saja antara ada dan tiada aja sih? Dipakai salah, tidak dipakai mubazir!
Dipukul atau digencet?
Jika ada yang pernah ke Jepang, katanya-katanya pengendara kendaraan di sana malah jarang yang menggunakan Klakson di jalan raya. Karena katanya lagi, menggunakannya bisa jadi membuat ketersinggungan gitu.
Namun di sini juga berlaku kok. Namun kondisinya bisa saja berbalik, Klakson bisa saad dijadikan oleh kita sebagai alat komunikasi penyampai pesan pengendara satu dengan yang lain, agar ‘hey minggir’.
Hal itu bisa saja menjadi presepsi awal kita mendengar Klakson yang bertubi-tubi menyapa kita. Ujungnya nya, saling bales-balesan ber-Klakson.
Apalagi, di kondisi jalanan yang serba macet bisa saja, Klakson yang berlebihan malah bisa menimbulkan keonaran kan sesama pengemudi?
Budaya memukul Klakson yang berlebihan jika diteruskan tentu akan menjadikan budaya buruk dalam diri kita, dan masyarakat kita. Dimana kok sepertinya, kita tidak menghargai banyak sekali aktivitas mayarakat yang terganggu atas perilaku ugal-ugalan kita tadi.
Nah, menyikapai hal ini sih bagusnya, ketika kita hendak menyapa pengemudi lain untuk menyampaikan pesan ‘awas ada saya nih’. Klakson cukup disenggol dipencet dengan jempol, bukan dipukul keras, dan cukup hanya sekali saja.
Ah dengan begitu akan terasa elegant terdengar, dan pesan yang disampaikan dari Klakson akan efektive ke pengendara lain.
Atau kita bisa memulai membiasakan menggunakan Klakson untuk tujuan Safety, biar Klakson kita berdaya-guna dan bukan hanya pajangan saja. Siapa tau, takut-takut untuk menyenngolnya, memulainya bagaimana?
Nah dalam budaya K3, penggunaan Klakson selalu saja, memiliki arti tunggal baik yang meng-klakson maupun yang mendengarkan. Jika kita hendak menyalakan mesin kendaraan mobil, bisa kita beri tanda dengan satu kali bunyi klakson.
Jika hendak maju kita bisa klakson sebanyak dua kali. Nah jika kedaraan berjalan mundur, pencet saja klaksonnya tiga kali.
Nah adab K3 ini bisa saja menjadi budaya baru kita kan, untuk memanfaatkan Klakson kendaraan, agar kita tetap selamat dalam perjalanan dan juga menghargai pengendara lain di ramainya jalan raya. Ini bisa saja menjadi latihan di tahap dasar kan, untuk membuat budaya baru ber-Klakson di jalan raya.
Adab ber-Klakson di jalan raya
Nah secara umum, Ber-Klakson bisa saja kiat terapkan dalam berbagai kondisi seperti
Pertama, tidak menyalakannya pada malam hari, cukup menyorot sinar lapu jauh, kehadiran kendaraan kita oleh pengendara lain dapat diketahui.
Kedua, pada saat macet dan posisi di tempat penyebrangan jalan. Bayangkan jika macet dan segeromboilan orang ingin meyebrang jalan, itu halnya bisa memancing emosi saja. Cukup tekan sekali saja klakson kita untuk menanda mempersilahkan mereka lewat.
Ketiga, mendahuli kendaraan lain, bisa saja kita menekan klakson sekali, membari tanda untuk diberikan celah untuk mendahuluinya.
Keempat, setelah mendahului kendaraan lain, nah klakson sekali ketika berhasil mendahului kemndaraan lain bisa dimaknai, rasa terimakasih karena diberikan ruang untuk lebih cepat berkendara.
0 Komentar